Sosok Bupati Banyumas Achmad Husein tengah mendapat sorotan dari publik. Hal tersebut karena video pernyataannya yang menyebut takut dengan Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), viral di media sosial. Pernyataan itu diungkap Husein dalam rapat koordinasi pemberantasan korupsi terintregasi di Gedung Gradhika Bhakti Praja, Semarang, Kamis (11/1/2021).
"Kami para kepala daerah, kami semua takut dan tidak mau di OTT." "Maka kami mohon kepada KPK sebelum OTT, mohon kalau ditemukan kesalahan, sebelum OTT kami dipanggil dahulu." "Kalau ternyata dia itu berubah, ya sudah lepas begitu. Tapi kalau kemudian tidak berubah, baru ditangkap Pak," kata Husein dalam cuplikan video, dikutip dari
Viralnya video itu pun menuai kritikan dari masyarakat di dunia maya. Berjalannya waktu, Husein memberi klarifikasi dan menyebut video pernyataan tersebar secara tidak lengkap sesuai apa yang ia maksud. Lantas, siapa sosok Achmad Husein ini?
Achmad Husein lahir di Jakarta, 17 Agustus 1959. Dikutip dari laman pemerintah , Husein pernah menjabat sebagai Direktur Utama PDAM Banyumas pada tahun 2005 2007. Kemudian, ia sempat menjadi Wakil Bupati Banyumas saat kepemimpinan Bupati Mardjoko.
Pada tahun 2013, Husein terpilih menjadi sebagai Bupati Banyumas dengan wakilnya, Budhi Setiawan. Hingga akhirnya pada pemilihan calon Bupati 2018, Husein kembali menang dan memimpin Kabupaten Banyumas. Dapat disimpulkan dia sudah dua kali periode menjadi Bupati Banyumas.
Selain itu, sosok Husein juga memiliki keistimewaan. Ia mendapat gelar kebangsawanan Kanjeng Pengeran Haryo Adipati Purbowinoto (setingkat Adipati) dari Kerajaan Kraton Kasunanan Surakarta Penganugerahan gelar itu dilakukan oleh KGPH Panembangan Agung Tedjowulan di Pendapa Si Panji Pemkab Banyumas, tidak seperti selazimnya di Keraton Surakarta.
Dikutip dari , penganugerahan itu diberikan pada tahun 2013. Husein juga dikenal sebagai politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI P). Bupati Banyumas Achmad Husein memberi klarifikasinya atas video pernyataannya yang viral di media sosial.
Husein mengatakan pernyatannya yang viral mengenai operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak utuh. "Cuplikan video yang viral di media sosial itu tidak lengkap, sehingga saya perlu lakukan klarifikasi," katanya, di Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah, Minggu (14/11/2021), dikutip dari Menurut dia, cuplikan video tersebut merupakan kegiatan diskusi dalam ranah tindak pencegahan yang diadakan oleh Koordinasi Supervisi Pencegahan (Korsupgah) KPK, dan bukan ranah penindakan.
"Yang namanya pencegahan kan ya dicegah, bukan ditindak. Sebetulnya ada enam poin yang saya sampaikan, salah satunya tentang OTT. Dengan pertimbangan bahwa OTT itu menghapus dan menghilangkan kepada daerah," jelasnya. Padahal, menurut dia, bisa jadi kepala daerah tersebut punya potensi dan kemampuan untuk memajukan daerahnya. Ia menyebut, belum tentu dengan di OTT, keadaan daerah tersebut akan menjadi lebih baik. Selain itu, Husein menyatakan, kepala daerah yang di OTT bisa jadi baru pertama kali berbuat, dan bisa jadi tidak tahu karena sering kali di masa lalu kebijakan yang diambil aman aman saja, sehingga diteruskan.
Bupati menuturkan, jika dilihat, kemajuan kabupaten yang pernah terkena OTT hampir pasti lambat karena semua ketakutan berinovasi, suasana pasti mencekam, dan ketakutan walaupun tidak ada lagi korupsi. "Oleh karena itu, saya usul untuk ranah pencegahan apakah tidak lebih baik saat OTT pertama diingatkan saja dahulu, dan disuruh mengembalikan kerugian negara, kalau perlu lima kali lipat, sehingga bangkrut dan takut untuk berbuat lagi. Toh untuk OTT, sekarang KPK dengan alat yang canggih, (dalam) satu hari mau OTT lima bupati juga bisa. Baru kalau ternyata berbuat lagi ya di OTT betulan, dihukum tiga kali lipat silakan, atau hukum mati sekalian juga bisa," ucapnya.
Husein pun kembali menegaskan bahwa pernyataan tersebut dia sampaikan dalam ranah diskusi pencegahan, bukan penindakan, dan cuplikan videonya tidak lengkap. Namun, ia mempersilakan kepada KPK untuk menjalankan tugasnya melakukan OTT. "Tapi kalau mau OTT nggih monggo, sebab kalau KPK berkehendak, bisa jadi 90 persen akan kena semua. Walau kecil, pasti bupati ada masalahnya."
Cari saja salahnya dari begitu banyak tanggung jawab yang diembannya, mulai dari presiden sampai dengan kepala desa pasti akan ditemukan salahnya, walau kadarnya berbeda beda," paparnya.